KISAH MIMPI ANEH :
YANG MENGANTARKAN PROFESOR MATEMATIKA MASUK ISLAM
YANG MENGANTARKAN PROFESOR MATEMATIKA MASUK ISLAM
Jeffrey Lang © bersamadakwah.com
Sungguh sebuah mimpi yang aneh. Sebagai seorang berbakat, Jeffrey Lang tidak habis
pikir dengan mimpi itu. Namun hati kecilnya mengakui, mimpi itu membawa kedamaian
di tengah kehidupan “ilmiah”- nya yang gersang.
Dalam mimpi itu, Jeffrey bersimpuh menghadap Tuhan. Caranya, ia berdiri, kemudian
Dalam mimpi itu, Jeffrey bersimpuh menghadap Tuhan. Caranya, ia berdiri, kemudian
membungkuk, berdiri lagi, kepala menyentuh lantai, hingga duduk di atas tumit.
Ia melakukannya di sebuah ruang yang hening, tanpa meja tanpa kursi. Hanya ada karpet
dan dinding yang berwarna putih keabuan.
Selain Jeffrey, di ruangan itu juga banyak laki-laki membentuk beberapa barisan. Jeffrey
Selain Jeffrey, di ruangan itu juga banyak laki-laki membentuk beberapa barisan. Jeffrey
berada di barisan ketiga. Sedangkan di depan mereka, ada seorang laki-laki yang duduk
sendiri, tak ada orang lain di sampingnya. Ia tampak memimpin ‘ritual’ itu.
Jeffrey tak bisa melihat wajahnya, tapi Jeffrey ingat betul di atas kepala pria itu ada kain
Jeffrey tak bisa melihat wajahnya, tapi Jeffrey ingat betul di atas kepala pria itu ada kain
putih dengan motif berwarna merah.
Tidak sekali itu saja Jeffrey bermimpi begitu.
Berkali-kali, selama 10 tahun menjadi atheis, Jeffrey bermimpi yang sama. Namun,
Tidak sekali itu saja Jeffrey bermimpi begitu.
Berkali-kali, selama 10 tahun menjadi atheis, Jeffrey bermimpi yang sama. Namun,
ia mengabaikannya begitu saja dan memenangkan nalar ‘ilmiah’-nya.
Jeffrey Lang lahir dan besar dalam keluarga Katolik.
Namun sejak kecil, ia telah menjadi anak yang kritis.
“Ayah, apakah surga itu benar-benar ada?” tanyanya saat masih menjadi bocah.
Saat ia memasuki usia remaja, pertanyaannya semakin banyak dan kritis. Namun pendeta
Jeffrey Lang lahir dan besar dalam keluarga Katolik.
Namun sejak kecil, ia telah menjadi anak yang kritis.
“Ayah, apakah surga itu benar-benar ada?” tanyanya saat masih menjadi bocah.
Saat ia memasuki usia remaja, pertanyaannya semakin banyak dan kritis. Namun pendeta
dan orang-orang seagama yang ditemuinya tidak mampu memberikan jawaban yang
memuaskan. Ketika ia berusia 18 tahun, Jeffrey merasa logika mengenai Tuhan menemui
jalan buntu. Karenanya ia kemudian memilih menjadi atheis menjelang kelulusannya dari
sekolah Notre Dam Boys High.
Dua puluh tahun berlalu sejak mimpi pertamanya bersimpuh menghadap Tuhan. Jeffrey
Dua puluh tahun berlalu sejak mimpi pertamanya bersimpuh menghadap Tuhan. Jeffrey
menjadi dosen di University of San Fransisco. Di Universitas itu, Jeffery bertemu dengan
Ghassan, pemuda muslim yang menjadi mahasiswanya. Keduanya menjadi sering
berdiskusi. Semula tentang pelajaran, kemudian Jeffrey juga mengenal keluarga
mahasiswanya tersebut.
Suatu hari, Jeffrey diberi hadiah sebuah mushaf Al Qur’an terjemah. Di situlah titik
Suatu hari, Jeffrey diberi hadiah sebuah mushaf Al Qur’an terjemah. Di situlah titik
hidayah itu dimulai.
Jeffrey akhirnya membaca Al Qur’an itu. Halaman demi halaman. Ia merasa tertantang.
“Sejak awal, buku ini menantang diriku,” kata Jeffrey mengenang saat-saat itu.
Jeffrey akhirnya membaca Al Qur’an itu. Halaman demi halaman. Ia merasa tertantang.
“Sejak awal, buku ini menantang diriku,” kata Jeffrey mengenang saat-saat itu.
Agaknya ia membaca ayat kedua surat Al Baqarah: “Inilah kitab yang tidak ada keraguan
di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Jeffrey terus membaca Al Qur’an. Ia merasa setiap kali ia membantah ayat-ayat yang
Jeffrey terus membaca Al Qur’an. Ia merasa setiap kali ia membantah ayat-ayat yang
dibacanya, ayat berikutnya menjadi jawaban atas bantahannya tersebut.
“Seolah Penulis kitab itu membaca pikiranku,” kenangnya.
Jeffrey mulai sadar bahwa kitab di depannya itu melampaui pikirannya. Ia sadar kitab
Jeffrey mulai sadar bahwa kitab di depannya itu melampaui pikirannya. Ia sadar kitab
di depannya itu telah mengisi kekosongan jiwa yang selama ini ia rasakan.
Kitab itu bukan hanya menjawab pertanyaan-pertanyaannya tentang Tuhan dan alam
semesta, tetapi juga membawa kedamaian bagi jiwanya.
Hidayah mulai masuk ke dalam hatinya.
Dan hidayah itu semakin terang, tatkala ia melihat sebuah pemandangan di basement
Dan hidayah itu semakin terang, tatkala ia melihat sebuah pemandangan di basement
gereja Universitas. Sejumlah kecil mahasiswa muslim sedang beribadah.
Karena kesulitan tempat, mereka menggunakan basement itu.
Jeffrey melihat mereka berbaris rapi. Berdiri bersama, menunduk bersama, lalu
Jeffrey melihat mereka berbaris rapi. Berdiri bersama, menunduk bersama, lalu
berdiri lagi, kemudian bersujud, dan duduk bersimpuh di atas tumit.
Jeffrey ingat sesuatu.
Terlebih setelah ia melihat di depan mereka ada seseorang yang memimpin mereka
beribadah, memakai penutup kepala putih dengan motif berwarna merah.
Rupanya itu Ghassan.
“Ini mimpiku!” teriak Jeffrey dalam hati. Ya, pemandangan itu persis seperti mimpinya
yang berulang beberapa kali beberapa tahun silam.
Jeffrey tak kuasa menahan tangis haru. Hatinya penuh damai. Ia tersungkur bersujud.
Singkat cerita, Profesor Matematika ini kemudian masuk Islam.
Jeffrey tak kuasa menahan tangis haru. Hatinya penuh damai. Ia tersungkur bersujud.
Singkat cerita, Profesor Matematika ini kemudian masuk Islam.
Ia lalu berdakwah melalui mimbar ilmiah dan menulis sejumlah buku.
Diantaranya Struggling to Surrender (1994), Even Angels Ask (1997) dan
Losing My Religion: A Call for Help (2004).
[Tim Redaksi Kisahikmah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar